Laman

Senin, 27 Desember 2010

PEMBUKAAN PEKAN OLAH RAGA MADRASAH KAB TUBABAR

DRUM BAND MIM NURUL IMAN PULUNG KENCANA MEMBUKA ACARA PEKAN OLAH RAGA MADRASAH KE 1 KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 
DRUM BAND BINAAN BAPAK M FEBRI ARYONO,M.Pd

Rabu, 22 Desember 2010

DAFTAR GURU MI NURUL IMAN

1. MUHAMMAD FEBRI ARYONO, M.Pd
2. SATRIA NOVITA, S.Pd
3. UMI MASYITOH, S.PdI
4. MUFTIHAH, S.PdI
5. ERNA ROSITA, S.Pd
6. LENI MARYANI, S.Pd
7. FERI DAHLINAWATI, S.Pd
8. RAHMA NOVITASARI, S.P.
9. JULIANA FITRIANINGSIH, S.Pd
10. KOMSIATUN, S.PdI
11. ENRIZAL, S.Pd
12. ASMIN BERUTU,S.Ag
13. ARIF SUGIYANTO, S.PdI
14. FATKUROHMAN, S.PdI
15. SUDARYO HADI,S.Pd
16. ENDAR TRIANTO, S.Pd
17. TUTI ISMUNIYATI
18. YUNI HASIBUAN, SH.

Minggu, 19 Desember 2010

Pengelolaan Sekolah Muhammadiyah

Menurut Imam, yang dimiliki oleh sekolah Muhammadiyah adalah adanya spirit kemenangan. “Fastabiqul Khairat ini spirit kemenangan, kalau ada sekolah Muhammadiyah rebut terus berarti masih berspirit jahilyah” selorohnya.

Menurut Imam, yang penting dalam pengelolaan sekolah Muhammadiyah adalah bagaimana membangkitkan etos, karena ajaran Kyai Dahlan dalam tafsir surat Al Maun adalah sebuah ajaran etos beramal , yang tentunya dalam ranah aplikasi. “ Muhammadiyah itu sudah tua, sudah punya apapun, tinggal genjot, langsung bisa ngebut” kisahnya kemudian.


Dalam masalah berjalannya aturan organisasi, Imam menyatakan bahwa asal spirit Al Maunnya masuk ke dalam pengelola sekolah, tidak perlu ada Qoidahpun tidak masalah. Bahkan, di PWM Jawa Timur, banyak diupayakan berbagai cara untuk mencari terobosan-terobosan manajemen untuk memecahkan masalah yang terjadi sebelumnya pada sekolah Muhammadiyah. “Kami dari PWM terpaksa menyurati langsung sekolah Muhammadiyah di Jawa Timur karena kalau mengirim surat melalui struktur PDM, banyak tidak sampainya ke sekolah yang dimaksud” lanjutnya.


Masalah Sekolah


Imam berkisah tentang peta masalah di sekolah-sekolah Muhammadiyah, salah satunya adalah keberadaan pimpinan Muhammadiyah yang tidak bisa berbuat sebagai sebagai pemilik “Sehingga Sekolah seperti seperti mobil angkot, sekolah jalan sendiri , karena Pimpinan Muhammadiyah tidak punya banyak waktu” terangnya.


Menurutnya perlu memperhatikan pihak-pihak yang berkaitan yaitu : Pimpinan Muhammadiya sebagai pemilik sekolah, sekolah Muhammadiyah, orang tua murid, pemerintah, dan masyarakat. Selain itu pengelola sekolah harus diupayakan bagaimana pengelola sekolah itu harus “kober, pinter, bener, seger, dan banter” yang artinya : Punya Waktu, Pintar, Benar, Segar dan juga Cepat. “Di Jawa timur, setiap tahun sekolah Muhammadiyah diperingkat” kisahnya. (arif)

 Gambar: Ruang Kelas MIM Nurul Iman Pulung Kencana
Salah satu Aset yang Perlu Dikelola dengan baik


 

Pameran Keluarga Besar Muhammadiyah di MIM Nurul Iman

Sabtu, 11 Desember 2010

DAVA ALVAVA FENOVA

DAVA ALVAVA FENOVA
LAHIR DI TULANG BAWANG 26 FEBRUARI 2006
NAMA AYAH : MUHAMMAD FEBRI ARYONO, M.Pd
NAMA MAMA : SATRIA NOVITA, S.Pd.




















































































































































































































































































































Rabu, 01 Desember 2010

Muhammadiyah dan Pendidikan

 Muhammadiyah dan Pendidikan 

Pembelajaran inovatif -> proses interaksi yang pro-perubahan antara peserta didik dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. -> menumbuhkan dan mengembangkan daya imajinasi, kreasi, inovasi, nalar, rasa keingintahuan, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, yang tidak tertambat pada tradisi dan kebiasaan pembelajaran yang lebih mementingkan memorisasi dan recall.
Ciri-ciri profesionalisme :
  1. memiliki landasan pengetahuan yang kuat
  2. berdasarkan kompetensi individual
  3. memiliki sistem seleksi dan sertifikasi
  4. ada kerjasama dan kompetisi yang sehat
  5. ada kesadaran profesional yang tinggi
  6. memiliki prinsip etik (kode etik)
  7. memiliki sistem sanksi profesi
  8. adanya militansi individual
  9. memiliki organisasi profesi
7 (tujuh) fungsi pendidikan :
  1. to teach
  2. to mentor
  3. to discover
  4. to publish
  5. to reach beyond the wall
  6. to change
  7. to tell the truth
( disam paikan oleh Prof. Suyanto, Ph.D. dalam seminar nasional yang diadakan oleh suara muhammadiyah di gedung PP. muhammadiyah tanggal 14 juli 2007)
Tugas penyelenggaraan pendidikan muhammadiyah
Ada 10 tugas yang harus dilakukan oleh penyelenggaraan pendidikan muhammadiyah yaitu :
  1. membina dan meningkatkan suasana keislaman dan kemuhammadiyahan pada setiap lembaga pendidikan yang diselenggarakan.
  2. meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidik dan tenaga kependidikan serta hasil pendidikan.
  3. mengesahkan dan menempatkan pendidik dan tenaga kependidikan
  4. meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
  5. mengembangkan dan memelihara sarana dan prasarana pendidikan
  6. mengetur dan mengawasi biaya pendidika
  7. mengesahkan RAPBS
  8. mengesahkan laporan pertanggungjawaban keuangan dan perkembangan pendidikan.
  9. melakukan penilaian terhadap pelaksanaan tugas kepala sekolah dan wakil kepala sekolah
  10. mempertanggung jawabkan tugasnya kepada pimpinan persyarikatan.
dengan 10 tugas diatas, tugas penyelenggaraan pendidikan muhammadiyah dimasa yang akan datang cukup berat. kemajuan dan kemunduran sekolah-sekolah muhammadiyah sangat ditentukan oleh kinerja penyelenggara pendidikan.
(disampaikan oleh Imam Rabandi, Dr, Eng Ketua Majelis dikdasmen PWM Jatim)
Pendidikan Muhammadiyah ditengah persaingan
potensi yang dimiliki oleh muhammadiyah ialah bahwa muhammadiyah merupakan nama besar dan telah dikenal dalam masyarakat secara luas. gerakan amal usaha muhammadiyah dalam bidang pendidikan telah diakui masyarakat, sehingga keberadaannya dipercaya dan diterima masyarakat. pengakuan dan kepercayaan masyarakat yang luas terhadap pendidikan muhammadiyah antara lain dapat dilihat dari latar belakang siswa yang bersifat “multi kultural”. pendidikan memiliki hubungan timbal balik (interelasi) dalam masyarakat. menurut imam bardnadib, pola interelasiantara pendidikan dengan masyarakat bersifat dialekti, yaitu bahwa pendidikan berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat, dan sebaliknya masyarakat yang telah terdidik merupakan input bagi pendidika, sehingga nanti pada gilirannya nanti pendidikan mengalami perubahan sebagai konsekuensi dari penyesuaian diri dengan tuntutan masyarakat
(disampaikan oleh Bapak Tasman Hamami ketua majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah DIY)
itulah sekedar oleh-oleh buat teman-teman dan rekan-rekan yang membaca pada blog saya ini. semoga oleh-oleh ini dapat bermanfaat bagi kita semua. ini adalah pembahasan yang cukup singkat yang sempat saya catat pada seminar nasional yang bertemakan “sekolah muhammadiyah di tengah persaingan” yang di selenggarakan oleh suara muhammadiyah di gedung PP. Muhammadiyah Cikditiro yogyakarta pada 14 juli 2007.
Gedung MI Nurul Iman Pulung Kencana tahun 2015

 

Minggu, 21 November 2010

MUHAMMADIYAH DAN GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL

MUHAMMADIYAH

DAN GERAKAN ISLAM

TRANSNASIONAL


Muktamar Pemikiran Islam di Unmuh Malang 11-13 Pebruari lalu memiliki makna penting sebagai media menyatukan dua kecenderungan pemikiran di Muhammadiyah. Dalam sebuah tulisannya di Kompas Jatim, Abd Siddiq Notonegoro menggambarkan kegiatan tersebut sebagai media mengharmoniskan dua elemen di tubuh ormas itu. Siddiq menulis, penggambaran terjadinya pengkutuban di Muhammadiyah oleh beberapa pihak sebagai sebuah ekspresi rasa sakit hati orang luar terhadap Muhammadiyah. Secara jelas Siddiq menuding kelompok Islam yang berideologi transnasional sebagai kelompok sakit hati yang berkeinginan merongrong ormas tua itu.
Gerakan transnasional dipahami sebagai kelompok keagamaan yang memiliki jaringan lintas nasional. Kelompok ini datang ke suatu negara dengan membawa paham keagamaan (ideologi) baru dari negeri seberang (Timur Tengah) yang dinilai berbeda dari paham keagamaan lokal yang lebih dulu eksis.   Beberapa gerakan Islam yang dianggap transnasional adalah: Al-Ikhwan Al-Muslimun (atau sering disebut gerakan Tarbiyah) dari Mesir, Hizbut Tahrir dari Lebanon, Jihadi dari Afghanistan, Salafi (Arab Saudi), Syiah (Iran/Irak) dan Jamaah Tabligh (India) (Reform Review, vol 1, 2007).
Keenam gerakan tersebut saat ini sudah ada di Indonesia, meski tidak semuanya mampu menancapkan pahamnya secara luas. Dari keenamnya, mungkin hanya Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimun yang memiliki pengaruh cukup luas di masyarakat. Ini bisa dilihat dari berbagai aktivitas mereka yang seringkali melibatkan banyak massa dan kemampuan mereka melebarkan sayap gerakannya  dalam berbagai lini kehidupan, terutama pendidikan dan lembaga amil zakat. Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai sayap politik gerakan Tarbiyah di Indonesia, dalam waktu relatif singkat mampu memperoleh dukungan cukup besar dalam pemilu  2004 lalu.
Perkembangan yag begitu cepat dan luas itu tentu saja menimbulkan sejumlah gesekan dengan beberapa gerakan Islam yang lebih dulu ada. Ini sesungguhnya kenyataan yang wajar dan biasa mengingat gerakan-gerakan itu sama-sama memperebutkan sepiring kue bernama umat Islam Indonesia.
Pada titik ini berlaku hukum ‘pasar bebas gerakan dakwah’ di mana sang pemenang ditentukan oleh kemampuannya menarik dukungan dari para pembeli. Semua gerakan memiliki posisi sama-setara tanpa ada satu dua gerakan yang boleh memiliki hak istimewa dalam pasar dakwah. Hukum pasar bebas tersebut seharusnya sudah dipahami para fungsionaris gerakan-gerakan tersebut sejak awal.
Kreativitas mutlak diperlukan dalam kondisi persaingan bebas seperti itu.
Ketidakmampuan menciptakan sesuatu yang baru akan memposisikan suatu gerakan dakwah sebagai ‘pecundang’, tanpa perlu melihat lama-barunya gerakan itu. Para fungsionaris gerakan yang kalah bersaing akan lebih arif jika melakukan instrospeksi diri dan tidak bersikap reaktif dengan mengkambing-hitamkan gerakan lain, atau menjadikan gerakan yang menang sebagai virus yang menggerogoti gerakannya. Sikap reaktif justru akan merugikan dirinya sendiri dan, tentu saja, menjadi ekspresi kekerdilan jiwa para fungsionarisnya.
           

Reaktif
            Ketakutan pada gerakan Islam model baru seperti yang diekspresikan Siddiq di atas sebenarnya sangat aneh dan membingungkan. Siddiq tampaknya tidak atau belum memahami perubahan  yang sedang terjadi dalam ranah dakwah di negeri ini saat ini. Pola pikir yang menganggap gerakan Islam model baru sebagai ancaman sesungguhnya bagian dari pola pikir lama yang sudah seharusnya dilepaskan dari otak anak muda kayak Siddiq. Siddiq seharusnya bisa mengqiaskan persaingan gerakan dakwah saat ini dengan persaingan partai-partai memperebutkan konstituen. Ada yang kalah, ada pula yang menang. Ada yang bermitra dengan partai lain (koalisi), ada pula yang berdiri sendiri. 
            Siddiq bukan satu-satunya fungsionaris yang terserang virus ketakutan pada kebebasan. Barisan penyandang penyakit ini berderet panjang di belakang Siddiq. Contoh barisan ini adalah tulisan  seorang dokter yang menyebut gerakan Tarbiyah sebagai “virus” dalam sebuah artikelnya di Majalah Matan yang diterbitkan PW Muhammadiyah Jatim beberapa bulan lalu.
Contoh semacam itu sesungguhnya amat sangat banyak di Matan atau Suara Muhammadiyah, dan semuanya bermuara pada anggapan bahwa gerakan Islam transnasional sebagai ‘virus’ yang menggerogoti potensi Muhammadiyah. Biasanya penulisnya menunjukkan ‘fakta-fakta’ penggerogotan itu dengan banyaknya aset Muhammadiyah yang berpindah tangan, baik asset material ataupun SDM. Matan edisi Oktober 2006 memuat gambar sebuah masjid Muhammadiyah yang diakuisisi gerakan lain dan memuat artikel tentang beberapa aktivisnya yang lompat pagar ke gerakan tersebut.
Bahkan, ketika hidayatullah.com menurunkan berita kepergian seorang pimpinan puncak PW Muhammadiyah Jatim ke Israel, dengan tergopoh-gopoh beberapa oknum PW Muhammadiyah Jatim menganggap Hidayatullah tengah menyerang Muhammadiyah. Padahal, pemberitaan itu tidak lebih dari sebuah upaya al-amru bi al-ma’ruf wa an-nahyu 'an al-munkar dan pimpinan puncak itu juga telah diberi space oleh Hidayatullah untuk melakukan klarifikasi.
Kita tentu saja menyayangkan sikap reaktif seperti itu. Jika memang ada gerakan dakwah yang mengakuisisi assetnya, sudah seharusnya dilakukan proses penyelesaian yang mengedepankan semangat perdamaian dan ukhuwah Islamiyah. Atau jika tetap tidak bisa, jalur hukum sangat pantas untuk ditempuh. Inilah jalan tengah yang biasa digunakan orang-orang dewasa dan berpikiran terbuka. Jalan yang akan menghindarkan gerakan-gerakan Islam dari perang saudara.
Terkait dengan lompat pagar beberapa kader Muhammadiyah, alangkah baiknya jika kita mau melihat ke belakang, ke sejarah awal pertumbuhan Muhammadiyah. Dengan melihat sejarah itu kita akan mengetahui bahwa apa yang dirasakan beberapa fungsionaris itu sesungguhnya juga terjadi ketika Muhammadiyah muncul di negeri ini. Sejarah mencatat, banyak orang tua (kaum tua) yang merasa kecewa bahkan sakit hati ketika anak-anak mereka (kaum muda) tiba-tiba lompat pagar dengan mengembangkan pola pemikiran keagamaan baru yag dibawa gerakan Muhammadiyah yang berbeda dengan pemahaman mereka selama ini.
Maka, apa yang terjadi pada Muhammadiyah saat ini sesungguhnya hanyalah pengulangan atas apa yang pernah terjadi pada orang-orang tua dulu ketika Muhammadiyah lahir.

Musuh Bersama
            Selain itu, sebenarnya ada  susuatu yang membingungkan dengan peristilahan ideologi Islam transnasional, apalagi bila dihadapkan dengan Muhammadiyah. Pasalnya, sebagai sebuah gerakan, sumber ideologi keagamaan Muhammadiyah ternyata juga bersumber dari gerakan-gerakan Islam yang berkembang di Timur Tengah saat itu.
            Dalam sebuah diskusi di PW Muhammadiyah Jatim Prof Syafiq Mughni mengungkapkan, Muhammadiyah mengambil paham gerakannya dari gerakan puritanisme-salafisme model Wahabisme di Arab Saudi dan reformisme-modernisme model Abduhisme di Mesir. Dengan demikian, bukankah Muhammadiyah juga termasuk gerakan Islam transnasional mengingat saat itu (akhir abad 19/awal abad 20) kedua paham tersebut bergema melampaui batasan territorial seperti gema gerakan Islam model Hizbut Tahrir, Salafi, atau Ikhwanul Muslimun saat ini.
            Jika kita menggunakan analisis Charles Kurzman (Kurzman, Liberal Islam: a source book, hal 3-8)   tentang tiga pola gerakan Islam, akan diketahui bahwa kedua corak yang digunakan Muhammadiyah tersebut memiliki satu musuh bersama, yaitu Islam costumary (Islam tradisional) yang banyak mengadopsi unsur-unsur lokal dalam praktik keberagamaannya. Kedua model itu (Islam modern dan revivalis/puritanis) awalnya bersatu menghadapi Islam tradisional, namun kemudian Islam modern membedakan dirinya dari Islam revivalis.
            Dalam konteks  ini, corak Islam revivalis dan reformis bersatu dalam gerakan Muhammadiyah yang mencoba memperbaharui pola keberagamaan penduduk nusantara yang tradisionalis (yang kemudian hari membentuk front bernama Nahdlatul Ulama-NU). Tetapi seiring perkembangan zaman dan perubahan pola pikir, Islam tradisionalis yang semula menjadi ‘musuh bersama’ kini berubah menjadi mitra Muhammadiyah. Kesana kemari pimpinan kedua gerakan itu bergandengan tangan menyerukan perdamaian.
            Persatuan antara Islam revivalis dan modernis  atas dasar keberadaan musuh bersama itu tentu saja turut pudar seiring dengan perubahan relasi Muhammadiyah dengan gerakan Islam tradisionalis dan melahirkan dua kutub pemikiran dalam Muhammadiyah berdasar benih pemikiran awal keduanya. Dalam hal ini, pergesekan  JIMM dengan Majlis Tabligh adalah cermin pengkutuban itu.
            Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan bagi Muhammadiyah. Berbagai upaya penyatuan kembali kedua corak itu dilakukan. Nah, saat upaya ini sedang berlangsung, tiba-tiba beberapa gerakan Islam transnasional yang sedang mengalami puncak kegairahan berdakwah melakukan sesuatu yang dianggap salah oleh Muhammadiyah. Dengan sedikit dramatisasi, kesalahan itu dipoles sedemikian rupa menjadi hantu luar yang mengancam Muhammadiyah dan dijadikan sebagai musuh bersama untuk mengkonsolidasikan kutub-kutub dalam Muhammadiyah.
            Apakah upaya ini akan berhasil? Kita lihat saja kelanjutan kisah itu. Namun yang pasti, persatuan berdasar kesamaan musuh (common enemy)Allahu a’lam. biasanya rapuh dan tidak berlangsung lama.

AKTUALISASI IDIOLOGI MUHAMMADIYAH

AKTUALISASI IDIOLOGI MUHAMMADIYAH

{إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كأنَّهُم بُنْيانٌ مَرْصُوصٌ}
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang
di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan
mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.
(Al-Quran, Surat Ash-Shaf: 4)

MUHAMMADIYAH memang bukan ideologi, dalam arti sebagai sistem paham yang kaku yang berusaha menjelaskan dunia dan melakuakn perubahan berdasarkan teori perjuangan yang menjadi pahamnya, sebagaimana ideologi-ideologi pada umumnya. Tetapi Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang memiliki misi, anggota, dan cita-cita mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya di tengah berbagai arus pemikiran dan kelompok yang bermacam ragam membutuhkan faktor pengikat ideologis, sehingga dalam kadar tertentu memerlukan dimensi ideologi. Ideologi Muhammadiyah itu tiada lain sebagai sistem pengikat paham dan perjuangan dalam mewujudkan tujuan dalam satu kesatuam imamah, jam’iyah, dan jama’ah.
Ada beberapa kasus yang dapat dijadikan latarbelakang kenapa ideologi Muhammadiyah perlu ditanamkan kembali di lingkungan Persyarikatan
1. Beberapa kasus di mana para kader Muhammadiyah termasuk di politik sulit bersatu sehingga sering dikalahkan oleh pihak lain padahal Muhammadiyah terbilang mayoritas di temppat itu.
2. Melemahnya kesatuan imamah, jam’iyah, dan jama’ah di kalangan Persyarikatan termasuk ketaatan pimpinan Amal Usaha terhadap Persyarikatan, sehingga Muhammadiyah cenderung berjalan sendiri-sendiri.
3. Melemahnya ruh gerakan di sementara lingkungan Persyarikatan dan adanya tantangan-tantangan ideologis dari luar, merupakan kenyataan yang harus dihadapi oleh Muhammadiyah.
4. Tantangan-tantangan dari luar seperti penetrasi nilai-nilai sekular dan paham lain yang menimbulkan erosi keagamaan dan kehidupan warga Muh
Adapun ideologi Muhammadiyah yang perlu dipahami dan menjadi acuan baku dalam Muhammadiyah selama ini, ialah sebagai berikut:
1. Muqaddimah Anggaram Dasar Muhammadiyah yaitu aqidah dan cita perjuangan Muhammadiyah yang fundamental yang mengandung pernyataan enam hal prinsipil. Konsep ini lahir tahun 1945 untuk memantapkan warga Muhammadiyah dalam ber-Islam dan ber-Muhammadiyah yang didorong dua hal yaitu (a) terdesaknya pertumbuhan ruh Muhammadiyah oleh perkembangan lahiriah dan (b) masuknya pengaruh pemikiran luar (non-Islami) dalam kehidupan Muhammadiuah.
2. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang mengandung pernyataan tentang ideologi, paham agama, dan misi serta fungsi Muhammadiyah dalam kehidupan. Konsep ini lahir tahun 1967 dengan tujuan untuk memantapkan keyakinan dan cita-cita hidup (ideologi) di kalangan warga Muhammadiyah yang diakibatkan oleh perkembangan sekularisasi, modernisasi, dan deideologisasi yang dijalankan oleh pemerintahan Orde Baru.
3. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, lahir tahun 2000 (Muktamar Jakarta), mengandung seperangkat nilai dan norma ajaran Islam agar seluruh warga Muhammadiyah menjalani kehidupan secara Islami. Pedoman ini lahir sebagai antisipasi atas perubahan-perubahan politik, perubahan sikap hidup, dan penetrasi budaya yang melunturkan ruh Islam dan ruh jihad di kalangan warga Muhammadiyah.
Karena itu, kini diperlukan pembinaan ideologi gerakan dalam Muhammadiyah, dengan membangun kesadaran, keyakinan, pemahaman, dan aktualisasi mengenai hal-hal fundamental berikut ini:
1. Menanamkan Keyakinan dan Paham tentang Islam sebagai Pandangan Hidup
Pandangan fundamental mengenai Islam sebagai pandangan hidup Muhammadiyah tercermin dalam pemikiran Islam Kyai Ahmad Dahlan yang bercorak tajdid, hasil-hasil pemikiran Majelis Tarjih, Masalah Lima, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Keyakinan Hidup Islami dalam Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan pemikiran-pemikiran Islam lainnya yang selama ini menjadi acuan nilai dan norma yang merujuk pada Al-Quran dan Sunnah Nabi yang shahihah (maqbulah) dengan mengembangkan ijtihad. Pandangan hidup Islami tersebut mengandung pokok-pokok pikiran tentang dasar atau landasan hidup berdasarkan Tauhid (Q.S. Al-Ikhlash: 1-4; Ar-Rum: 30), fungsi hidup berupa ibadah dan kekhalifahan (Q.S. Adz-Dzariat: 56; Al-Baqarah: 30), tugas hidup beramal shalih (Q.S. Ali Imran: 114), pedoman hidup ialah Al-Quran dan As-Sunnah (Q.S. Al-Baqarah: 2, Al-Hadist), dan tujuan hidup untuk meraih keridhaan Allah (Q.S. Al-Fath: 29).
2. Menjadikan Al-Islam dan Kemuhammadiyah sebagai Jiwa Gerakan
Bahwa keseluruhan aktivitas gerakan Muhammadiyah yang dilembagakan dan dioperasionalisasikan melalui berbagai penggarapan amal usaha dan program-program Persyaritakan maupun dalam membangun pola tingkahlaku segenap anggota Muhammadiyah senantiasa disemangati dan dilandasi oleh ruh atau jiwa Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang menjadi faktor pengikat ideologis baik dalam jama’ah, jam’iyah, maupun imamah di tubuh Persyarikatan. Al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai jiwa, alam pikiran, dan pengetahuan kolektif yang menjadi ciri khas atau identitas Muhammadiyah yang melahirkan cara beragama yang berlandaskan tauhid murni, berperilaku dengan meneladani uswah hasanah Muhammad Rasulullah, mengembangkan ijtihad dan alam pikiran tajdid, beramal ilmiah dan berilmu amaliah, serta senantiasa melahirkan amal-usaha yang bermanfaat dan menjadi rahmatan lil-‘alamin bagi umat dan masyarakat luas di mana Muhammadiyah berada.
3. Mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai Tujuan
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya merujuk pada kualitas umat terbaik (Khaira Ummah) yang kualitas Rabbani yang dibina oleh ajaran Islam (Q.S. Ali Imran: 110), masyarakat yang berperikemanusiaan (Q.S. Al-Isra: 70), masyarakat pengabdi Tuhan (Q.S. Adz-Dzariat: 56), yang memiliki pertalian kepada Allah dan kepada sesama manusia (Q.S. Ali-Imran: 112), suatu “masyarakat di mana keutamaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan luas merata”, yang digambarkan sebagai “baldhatun thayyibatun wa Rabbun ghafur”.
4. Melaksanakan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagai Praksis Gerakan
Komitmen gerakan Muhammadiyah dengan seluruh kegiatannya tidak lain menjalankan misi da’wah Islam yaitu menyeru kepada Al-Kair, mengajak kepada Al-Ma’ruf, mencegah dari Al-Munkar, dan mengajak beriman kepada Allah (Q.S. Ali Imran: 104, 110), yang dilaksanakan secara menyeluruh ke berbagai bidang kehidupan dengan pilihan-pilihan strategis sesuai dengan misi dan situasi yang dihadapi, dan cara-cara yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam, sehingga Islam menjadi rahmat bagi semesta alam (Q.S. Al-Anbiya: 107).
5. Menjadikan Organisasi sebagai Instrumen/Sistem Gerakan
Bahwa perjuangan mewujudkan misi Muhammadiyah hanyalah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya jika ditempuh secara kolektif melalui organisasi sebagaimana pesan Al-Quran Surat Ali Imran 104 yang memerintahkan adanya sekalian golongan dari umat Islam yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan, dan mencegah dari kemunkaran. Organisasi sebagai alat perjuangan bahkan menurut ushul fiqih menjadi wajib sebagaimana qaidah, bahwa ““uatu kewajiban tidak selesai kecuali dengan adanya suatu barang, maka barang itu hukumnya wajib” (maa laa yatimmu al-wajib, illa bihi fahuwa wajibun). Melalui organisasi terdapat musyawarah (Q.S. Asy-Syura: 37) dan adanya barisan yang kokoh (Q.S. Ash-Shaf: 4).
6. Menyatukan Warga, Kader, dan Pimpinan sebagai Pelaku Gerakan
Segenap anggota Muhammadiyah dari warga sampai kader dan pimpinan di seluruh tingkatan dan lingkungan, termasuk di kalangan amal usaha, merupakan subjek atau pelaku gerakan Muhammadiyah sesuai dengan posisi dan perannya dalam satu kesatuan kolektif (Q.S. As-Syura: 13, Ali Imran: 104, Al-Anfal: 60, . Yusuf: 108, Al-Maidah: 67).
7. Berperan-Aktif dalam Kehidupan Umat dan Bangsa sebagai Langkah Strategis Gerakan
Muhammadiyah senantiasa mengambil posisi dan peran yang signifikan dalam keseluruhan dinamika kehidupan umat dan bangsa yang dilandasai oleh misi dan orientasi da’wah amar ma’ruf nahi munkar serta tajdid secara tersistem dan terorganisasi rapih.
8. Menyatukan Faktor-faktor Gerakan sebagai pendukung pencapaian Usaha dan Tujuan Gerakan
Yaitu faktor mentalitas (akhlaq, ruh jihad), tata aturan, konsep dan pemikiran, taktik dan strategi, dana, fasilitas, sarana dan prasarana, dan faktor-faktor lainnya yang dapat mendukung misi dan pencapaian tujuan gerakan Muhammadiyah
Persoalan Aktualisasi
Setelah Mencermati dan memahami normatifitas ideologi Muhammadiyah tersebut, sebagai angkatan Muda Muhammadiyah dan sekaligus kader, maka agenda berikutnya adalah aktualisasi nilai-nilai tersebut dalam pergulatan zaman dan perubahan peradaban yang semakin cepat. Ideologi Muhammadiyah akan abadi ketika ia mampu dimaknai secara dewasa dan arif oleh para kadernya dalam sebuah kerja-kerja praksis yang menekankan pada keberpihakan persoalan-persoalan keummatan. Di sinilah inti dari aktualisasi nilai tersebut.
Relevan tidaknya ideologi Muhammadiyah akan tergantung dari fokus, prioritas dan irama kerja Muhammadiyah sekarang. Kita harus ingat bahwa jika pilihan Muhammadiyah untuk tidak melakukan reorientasi, penajaman, dan pengembangan pada wilayah pemikiran keislaman dan kemasyarakatan, sementara tantangan yang dihadapi semakin ketat di mana Muhammadiyah Muhamamdiyah mengalami perubahan secara drastis, maka yang paling terancam dalam oleh perubahan tersebut adalah “bahasa” / ideologi yang digunakan oleh gerakan dan Perjuangan Muhamamadiyah. “Bahasa “ tersebut tidak mampu menyentuh substansi persoalan-persoalan empiris-pragmatis-kekinian yang digeluti oleh generasi sekarang maupun masa mendatang. Akibatnya “bahasa” dan diskursus keagamaan Muhammadiyah akan terasa outmoded dan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi terdengar asing bagi masyarakat luas.
Maka agenda yang mendesak adalah Pertama, harus ada perubahan kesadaran, sikap mental dan perilaku dari seluruh warga dan Pimpinan Muhammadiyah, institusi terkait di semua level kepengurusan. Semuanya harus menyadari bahwa tantangan masa depan Muhammadiyah akan jauh lebih berat dan kompleks dibanding dengan pada saat Muhammadiyah berdiri maupun saat sekarang ini, sementara perangkat organisasi ini tidak lagi memadai jika tidak dilakukan reformasi. Tanpa perubahan kesadaran, sikap mental dan komitmen, perilaku niscaya niat untuk melakukan perubahan akan terhenti sebatas komitmen.
Kedua, diperlukan penyesuaian struktur organisasi secara lebih menyeluruh. Struktur organisasi yang pada awalnya dimaksudkan untuk mempermudah mencapai tujuan persyarikatan, pada akhirnya cenderung membirokrasi dan memperlambat gerak persyarikatan untuk merespon arus tantangan yang demikian deras. Struktur organisasi yang terlalu besar, karena pertimbangan akomodasi politik lebih dikedepankan, membuat organisasi ini cenderung kurang efektif. Oleh karena itu diperlukan struktur organisasi yang sederhana dalam arti rentang kendali yang tidak terlalu lebar dan tetap fleksibel, sehingga organisasi ini mampu merespon zaman yang semakin cepat berubah.
Pada akhirnya, jika niat untuk melakukan perubahan telah diikrarkan disertai kesediaan diri untuk ambil bagian dalam arus perubahan tersebut, maka hanya kepada-Nya lah segala sesuatunya kita serhakan, dengan disertai harapan agar apa yang telah kita azamkan ini selalu dalam ridho dan hidayahNya amin.

IDIOLOGI MUHAMMADIYAH MELALUI PENDIDIKAN

Meneguhkan Ideologi Muhammadiyah Lewat Pendidikan

Minggu, 02 April 2006

Dien Syamsuddin
Sesuai dengan tema perserikatan pasca muktamar Malang, revitalisasi, maka kita memandang perlu untuk melakukan revitalisasi dalam berbagai bidang, terutama pada bidang-bidang yang menjadi core activity muhammadiyah, seperti pendidikan. Otokritik yang kita terima selama ini menyatakan bahwa titik lemah dari gerakan Muhammadiyah yang termutakhir adalah dalam bidang pendidikan. Terutama menyangkut kualitas, termasuk juga tentang keterkaitan output dari lembaga pendidikan Muhammadiyah dengan Muhammadiyah itu sendiri. Memang belum ada survey tetapi disinyalir keterkaitan antara output lembaga pendidikan Muhammadiyah dengan Muhammadiyah baik sebagai organisasi, maupun kemuhammadiyahan sebagai nilai ideology itu sangat-sangat rendah.
Oleh karena itu, hal teserbut perlu menjadi pembicaraan bersama untuk kita cari jalan keluarnya. Khusus mata pelajaran al Islam dan Kemuhammadiyahan, ini memang dirancang oleh perumusnya dulu, sebagai ciri khas lembaga pendidikan Muhammadiyah. Ciri khas inilah yang membedakan sekolah Muhammadiyah dengan sekolah non-Muhammadiyah. Maka posisi dari mata pelajaran ini, Al Islam dan kemuhammadiyahan ini memang sangat-sangat sentral.Oleh karena itu sekali lagi mata pelajaran ini sangat sentral dan juga sebagai medium untuk menyebarkan paham keagamaan Muhammadiyah. Apalagi kita sekarang menghadapi masalah lemahnya penghayatan nilai-nilai ideologis yang menjadi anutan Muhammadiyah, sebab tidak hanya di sekolah-sekolah Muhammadiyah, termasuk juga di kalangan Pimpinan, dan juga anggota Muhammadiyah. Sekarang ini kita menghadapi ada tawaran-tawaran ideologi oleh sales-sales ideologi yang banyak berkeliaran. Terdapat fakta, ada pimpinan Muhammadiyah, yang terpengaruh pada pesona ideologi-ideologi itu yang kemudian mereka ikuti.

Kalau seandainya mereka keluar dari Muhammadiyah, saya melihatnya agak mendingan. Kita tinggal mencari anggota baru Muhammadiyah dari pangsa pasar lain. Tetapi ditengarai kelompok ini atau kader-kader Muhammadiyah ini tetap bertahan di dalam Muhammadiyah. Punya peran dan fungsi di amal usaha Muhammadiyah. Kalau hanya pada tingkat ini masih mendingan juga, kalau pasif. Tetapi mereka justru aktif dan proaktif, bahkan agresif, mungkin ada yang lebih tinggi lagi dari agresif, untuk menyebarkan paham keagamaan baru yang mereka yakini ke kalangan Muhammadiyah, termasuk ke kalangan peserta didik Muhammadiyah. Yang mana paham itu pada titik-titik tertentu, berbeda dengan Muhammadiyah.
Kalau terjadi dan berlangsung terus menerus, 5, 10, 15 tahun maka terjadilah kekeroposan dalam Muhammadiyah. Karena ada pengikisan oleh orang-orang lain. Contoh soal saya hadapi sendiri, menjelang Muktamar ada gebyar Muktamar dan milad di sebuah cabang Muhammadiyah di Jakarta, yang acaranya penuh dengan penampilan seni budaya oleh beberapa sekolah. Waktu sangat mepet, saya diminta menyampaikan tausyiah terakhir. Maka saya pilih di atas panggung untuk tidak menyampaikan tausyiah, tetapi saya adakan cerdas cermat dan saya sediakan hadiah, nanti kalau yang bisa jawab saya kasih 50 ribu perorang. Untuk SD pertanyaannya, kapankah dan siapakah pendiri Muhammadiyah, semua anak-anak SD angkat tangan, 5 orang maju ke panggung dan jawabannya semua benar. Untuk SMP, pertanyaannya adalah Apakah tujuan Muhammadiyah? yang angkat tangan juga banyak, 5 maju ke depan, di situ saya kaget, kelimanya menjawab hampir sama, saya kira bunyinya, tujuan Muhammadiyah, mendidik insan yang beriman, bertaqwa, dan berahlak mulia, bla.. bla.. Terus saya bilang, “Di sini apa ada guru kemuhammadiyahan atau Al Islam?” Seorang ibu naik ke panggung. Ibu guru ini menyatakan jawaban itu salah, itu tujuan pendidikan Muhammadiyah, Sedangkan tujuan Muhammadiyah itu, ....bla-bla panjang sekali sampai ada kata keadailan, kesejahteraan, dan lainnya. Saya semakin kaget lagi dengan jawaban ibu guru yang mengajarkan kemuhammadiyahan itu.

Pimpinan Cabang yang sangat mengikuti perkembangan di kompleks itu, mengatakan pada saya, “Pak Dien memang di sini guru-guru kita, tidak hanya dalam mata pelajaran yang lain juga di dalam al Islam dan kemuhammadiyahan banyak yang punya kecenderungan lain, orientasi lain, afiliasi lain. Waktu kampanye dulu saat ada polling tentang partai dan capres itu mereka sering meminjam handphone-nya anak-anak kemudian mengirim SMS untuk calon tertentu”.
Gejala semacam ini terjadi di mana-mana, termasuk juga di DIY ini dan hampir di seluruh Indonesia. Bagaimana kita menyikapi? Inilah yang penting kita lakukan ke depan. Maka saya sangat tertarik dengan acara ini karena para pesertanya adalah guru-guru al-Islam di sekolah Muhammadiyah. Saya juga akan mengusulkan acara semacam ini agar terus dilakukan. Kita perlu mengambil langkah segera yang sistematis, elegan, dan tidak perlu ada kesan konfrontasi. Tetapi lebih bagus kita lakukan langkah nyata untuk memagari agar Muhammadiyah, termasuk peserta didik Muhammadiyah agar dapat memahami nilai-nilai kemuhammadiyahan. *)

Jumat, 19 November 2010

QURBAN DI MI NURUL IMAN PULUNG KENCANA

QURBAN MERUPAKAN KEGIATAN RUTIN YANG DILAKSANAKAN OLEH MADRASAH IBTIDAIYAH NURUL IMAN PULUNG KENCANA, SUDAH TIGA TAHUN BERTURUT TURUT KAMI BERQURBAN SATU EKOR SAPI. DITAHUN YANG AKAN DATANG AKAN LEBIH BANYAK LAGI HEWAN QURBAN YANG DI SEMBELIH.

Lomba UKS Tingkat Propinsi

Bapak Abdurrahman Sekretaris Dinas Pendidikan dan Mayoret Mi Nurul iman berfoto disela sela penilaian uks tingkat propinsi

Rabu, 20 Oktober 2010

EKSTRA KULIKULER MI NURUL IMAN

MI NURUL IMAN MEMILKI EKSTRA KULIKULER SEBAGAI BERIKUT :

1. SEPAK BOLA ( NAMA PEMBINA ENDAR TRIANTO, S.Pd.JaS )
2. BULU TANGKIS (  NAMA PEMBINA ENDAR TRIANTO, S.Pd.JaS )
3. SENI TARI ( NAMA PEMBINA FERRY DAHLINA WATI, S.Pd)
4. PRAMUKA ( NAMA PEMBINA ENRIZAL, S.PdI)
5. TAPAK SUCI ( NAMA PEMBINA SUKIMAN )
6. DRUM BAND ( NAMA PEMBINA M FEBRI ARYONO,M.Pd , SATRIA NOVITA DAN MARYANTO )
7. ENGLISH CLUB ( NAMA PEMBINA RAHMA NOVITASARI, S.Pd DAN SUDARYO)

Minggu, 17 Oktober 2010

PENINGKATAN KUALITAS GURU

PENINGKATAN KWALITAS GURU DENGAN BERMACAM CARA ANTARA LAIN STUDI LANJUT KE JENJANG YANG LEBIH TINGGI, OLEH SEBAB ITU MI NURUL IMAN SEBAGAI SEBUAH INSTITUSI PENDIDIKAN PERLU ADANYA TEROBOSAN MENUJU PADA PENINGKATAN KWALITAS GURU.
INILAH FOTO GURU GURU MADRASAH YANG TELAH MENYELESAIKAN STUDINYA DI PROGRAM PASCA SARJANA IAIN LAMPUNG

Jumat, 15 Oktober 2010

MIM NURUL IMAN PULUNG KENCANA BAK LASKAR PELANGGI

SEKOLAH INI BERDIRI TAHUN1981 YANG LALU SEKOLAH DI SEBUAH GUDANG BULGUR YANG PENUH DENGAN SEJARAH, ANAK ANAK MADRASAH PADA SAAT ITU CUKUP BANYAK NAMUN SEIRING DENGAN MUNCULNYA SD IMPRES MADRASAH INI MULAI KEHILANGAN ANTUSIASME-NYA MURID TINGGAL BEBERAPA SAJA BERTAHAN DENAGN MURID YANG MINIM HEBATNYA SEKOLAH INI MAPU BERTAHAN PULUHAN TAHUN DENAGAN 30 SISWA BAHKAN 20 AN SISWA SATU SEKOLAHAN JADI BISA DIBAYANGKAN SATU KELAS HANYA 5-7 SISWA, GEDUNG BULGUR TADI DISEKAT MENJADI 6 KELAS DAN HANYA DINAHKODAI DENGAN 3 ORANG GURU SAJA, ITU BERTAHAN PULUHAN TAHUN, LUAR BIASA SEKOLAH BISA BERTAHAN SAMAPI SAAT INI DIAWAL TAHUN 2000 ADA PENCERAHAN SEKOLAH MULAI BERBENAH BANTUAN PUN DATANG SEKOLAH DAPAT BANTUAN DARI AUSAID AUSTRALI GEDUNG DI POLES SEDEMIKIAN RUPA GURU DI KADER SEBAIK MUNGKIN WAL HASAIL MENINGKAT PESAT SAMAPI SEKARANG. BAHKAN SEKARANG SUDAH ADA KELAS UNGGULANYA, BRUMBANDNYA DAN LAIAN LAINYA YANG SEKOLAH SELEVEL SD TIDAK PUNYA MADARASAH PUNYA.
INI ADALAH SUASANA RUANG KELAS UNGGULAN